Sunday 17 November 2013

Praktek Tutup 3 hari

Mulai hari ini Senin tanggal 18 November hingga hari Rabu tanggal 20 November 2013 praktek saya tutup. Praktek akan saya buka kembali hari Kamis tanggal 21 November 2013. Penutupan praktek ini berkaitan dengan "AKSI MENDUKUNG ANTI-KRIMINALISASI DOKTER". Selama aksi tutup praktek ini saya masih melayani pasien dengan kegawatdaruratan. 


Aksi saya ini murni atas keinginan saya sendiri, aksi ini tidak dianjurkan dan tidak didukung oleh organisasi manapun (yang saya menjadi anggotanya).

Dengan aksi tutup praktek ini saya berharap masyarakat luas terutama pasien-pasien saya pribadi (yang perduli) dapat mencurahkan sejenak perhatiannya pada kasus ini. Kasus kriminalisasi terhadap dokter sudah banyak diliput dan diulas dimedia, mulai media televisi, cetak, hingga sosial media di dunia maya. Namun rasanya pemberitaannya masih tenggelam oleh berita-berita lain.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kriminalisasi terhadap dokter dimulai dari ditahannya seorang dokter kandungan pada bulan November 2013 oleh kejaksaan Manado atas tuduhan malpraktek yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang pasien.

Liputan6.com, Jakarta : Kejaksaan menangkap dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Dewa Ayu Sasiary Prawani, yang merupakan terpidana dalam kasus malpraktik terhadap korban Julia Fransiska Makatey (25). Eksekusi dilakukan terhadap Ayu setelah putusan inkrah oleh Mahkamah Agung. "Satgas Kejagung bersama tim Kejari Manado dan Tim Kejari Balikpapan berhasil mengamankan buron asal Kejati Sulawesi Utara. Bernama dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Ari Muladi di Jakarta, Jumat (8/11/2013).
Wanita kelahiran 23 April 1975 itu ditangkap di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, di jalan Imam Bonjol No 1, Kota Balikpapan, sekitar pukul 11.04 Wita.
Dokter Ayu ditangkap karena terlilit kasus tindak pidana perbuatan kealpaannya yang menyebabkan matinya orang lain. Dewa Ayu dijebloskan ke tahanan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap oleh Mahkamah Agung, Nomor 365.K/Pid/2012 tanggal 18 September 2012.
"Dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan," beber Untung.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sebelumnya dokter Dewa Ayu,dkk pada tahun 2011, telah diputuskan bebas tidak terbukti bersalah di pengadilan negeri Manado. Kronologis lengkapnya dapat dibaca dibawah ini :

Press Release PB POGI, PB IDI dengan Media Massa

Kita Semua terkejut mendengar kabar di tahannya Sejawat kita oleh Kejaksaan Agung yang sampai saat ini masih ramai diberitakan dimedia massa, telah timbul berbagai macam penafsiran baik yang benar maupun yang tidak benar tentang kasus tersebut. Apalagi dengan kalimat-kalimat "dokter Malpraktek" ditakutkan akan menyebabkan salah persepsi didalam masyarakat tentang profesi kedokteran. Didalam hubungan dokter dengan pasien berlaku hubungan kerjasama dan tidak pernah menjanjikan hasil, tetapi suatu upaya dengan kaedah-kaedah profesional.

Untuk itu PB POGI merasa perlu untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya tentang profesi kedokteran tersebut, khususnya bidang kebidanan dan kandungan. Selain itu masyarakat juga perlu tahu bagaimana sebenarnya duduk perkara yang menimpa sejawat kita tersebut. Pada tanggal 11 November 2013 Jam 15.00 WIB telah dilangsungkan Conferensi Pers yang Alhamdulilah juga dihadiri oleh Ketua PB IDi dan Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Anggota. 

Dari PB IDI dihadiri oleh :

Ketua PB IDI dr. Zainal Abidin,M.H
Ketua Divisi Pembelaan Anggota Biro Hukum / Pembinaan dan Pembelaan Anggota : dr. H. N. Nazar, SpB.M.H
dari PB POGI dihadiri oleh :

Ketua PB POGI : dr. Nurdadi Saleh, SpOG
Sekretaris Jenderal : dr. Ari Kusuma, SpOG
Ketua Bidang Ilmiah : dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K)
Ketua P2KB Pusat dan Koordinator Website : dr. Irsyad Bustamam, SpOG
Juga dihadiri oleh Ketua Dep. Obgyn Manado  RS. Kandau : dr. Freedy, SpOG.

dari Media massa dihadiri lebih kurang 20 Media Massa.

Dalam Acara itu dilakukan diskusi dan tanya jawab yang ditanggapi sangat antusias oleh media massa.

Kronologi Kasus yang disampaikan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :

Pasien Ny. SM 26 Tahun hamil anak ke dua masuk rumah sakit atas rujukan pukesmas.Pada waktu masuk di diagnosis sebagai anak kedua dan sudah dalam persalinan kala  satu, direncanakan persalinan secara alamiah. Delapan jam kemudian pasien masuk pada tahap persalinan, kemudian di pimpin meneran . Tiga puluh menit kemudian pesalinan tidak ada kemajuan dan timbul tanda-tanda gawat janin di putuskan untuk melakukan bedah Sesar emergensi.
Pada waktu sayatan dimulai keluar darah kehitaman(tanda  ibu dalam keadaan kekurangan Ogsigen), bayi berhasil di lahirkan dan sampai saat ini telah menjadi anak yang sehat. Pasca Operasi pasien memburuk,dua puluh menit kemudian pasien meninggal.
Tim dokter ( dr. Ayu, dr. Hendry,dr. Hendi ) dituntut JPU hukuman 10 bulan penjara. Pengadilan Negeri Manado menyatakan ke tiga terdakwa tidak bersalah ( bebas murni ), karena salah satu alat bukti yaitu bedah mayat menyatakan bahwa sebab kematian karena Emboli udara (gelembung udara) yang ada di bilik kanan jantung jenazah,yang tidak bisa di prediksi dan di cegah.
Jaksa megajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung, Kasasi di kabulkan.
PB POGI keberatan atas keputusan ini  dengan melayangkan surat ke Mahkamah Agung. Jawaban MA agar di ajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
PB POGI juga melayangkan surat ke Jaksaan Agung untuk melakukan penangguhan penahanan ke tiga dokter tersebut. 
Dan seperti yang kita ketahui pada hari jum’at tanggal 08/11/2013 telah di tahan oleh ke Jaksaan.
Penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :
 
Pasien Ny. SM 26 tahun G 2 P 1 A 0
Masuk di RS atas rujukan puskesmas karena  riwayat vacum
 Pada waktu masuk didiagnosis sebagai : Hamil anak kedua  40 – 41 minggu, dalam persalinan kala pertama, Janin tunggal hidup letak kepala, Rencana  :  Persalinan secara alamiah (Partus per vaginam)
 8 Jam kemudian : Pasien ingin mengejan, Diagnosis  persalinan kala II, Sikap :  pimpin meneran 
 30 Menit kemudian :   Pada pemeriksaan  tidak ada kemajuan dan tampak tanda gawat janin (nekonium), Kesan : Partus tak maju  dan gawat janin, Sikap :  Seksio Cesaria Cito
 2 Jam kemudian : Operasi dimulai,Saat insisi keluar darah kehitaman,Lahir bayi wanita 4100 gr, NA 1 dan 4,Pasca operasi pasien terus memburuk,20 Menit kemudian pasca operasi pasien meninggal.
 
Tim dokter :  dr. Dewa Ayu Sasiary, SpOG,

                  dr. Hendy Siagian, SpOG

                  dr. Hendry Simanjuntak, SpOG

                  oleh JPU dituntut hukuman selama 10 (sepuluh) bulan penjara


Putusan Pengadilan Negeri Manado
No. 90/PID.B/2011/PNMDO menyatakan  : 
Ketiga terdakwa (3 dokter) bebas dari semua dakwaan (vriysprak)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kasus dugaan malpraktik tersebut terus bergulir, dengan diajukannya kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Akhirnya pada September 2012 turunlah kasasi MA

KASASI MA TURUN - MALPRAKTIK, TIGA DOKTER KANDUNGAN DIVONIS 10 BULAN

Manado, KOMENTAR - Tiga dokter kandungan, masing-masing dr Dewa Ayu  Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Manado almarhum Johny Telew SH, Novrry Oroh SH dan Parlindungan Sinaga SH, tahun 2011 silam dijatuhi vonis bebas, namun tidak demikian dengan Mahkamah Agung yang justru menyatakan tiga dokter ini bersalah melakukan malpraktik terhadap perempuan Julia Fransiska Makatey (25).
“Putusan kasasi Mahkamah Agung sudah turun, ketiga terdakwa dinyatakan bersalah karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain. Mereka dijatuhi vonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim Dr Artidjo Alkostar SH LLM, Sofyan Sitompul SH MH, Dr Drs H Dudu Machmudin SH MHum,” papar Panmud Pidana Pengadilan Negeri Manado, Mansur Malakah SH MH kepada wartawan, Selasa (05/02) kemarin.
Sementara, salah satu hakim anggota Novrry Oroh SH mengatakan, dengan divonis bersalah, maka izin praktik ketiga terdakwa bisa dicabut. “Ya, bisa saja dicabut karena sudah dinyatakan terbukti bersalah menyebabkan orang lain meninggal,” tutur Oroh.
Ditanya soal eksekusi, Oroh belum bisa memastikan. “Kalau soal eksekusi ketiga terpidana belum kami ketahui, jadi silakan tanyakan langsung kepada tim JPU nya,” ujar Oroh.
Diketahui, para dokter ini dituntut hukuman penjara masing-masing 10 bulan. Tim JPU Romy Johanes SH, Maryanti Lesar SH dan Theodorus Rumampuk SH MH menilai mereka melanggar Pasal 359 KUHP, namun majelis hakim Pengadilan Negeri Manado justru menilai tiga terdakwa tidak terbukti melanggar hukum dan dianggap melakukan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Para terdakwa pun tidak melanggar Pasal 76 UU RI Tahun 2009 tentang praktik kedokteran.
Disebutkan dalam dakwaan, kejadian ini terjadi pada 10 April 2010 sekitar pukul 22 di Ruang Operasi RSUP Kandou Manado, ketiga terdakwa melakukan operasi Cito Secsio Sesaria terhadap korban. 
Namun sebelum operasi, para terdakwa tidak memberitahukan kepada pihak keluarga tentang kemungkinan terburuk termasuk kematian. Para terdakwa juga tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan jantung dilakukan setelah operasi oleh Terdakwa I. Lalu dr Najoan Nan Warouw sebagai Konsultan Jaga Bagian Kebidanan dan penyakit Kandungan mengatakan bahwa denyut nadi 180 xpermenit bukan ventrikel tachy (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan irama jantung). 
Dr Warouw mengatakan kondisi korban jelek dan pasti akan meninggal. Dan berdasarkan hasil rekam medis disebutkan saat korban masuk RSUP keadaan umum korban lemah dan status penyakit berat. Dalam diri korban terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung, sehingga akhirnya korban meninggal dunia.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Putusan bebas murni tidak dapat di-Kasasi

Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 244 berbunyi : 
 “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”

Semua putusan pengadilan, khususnya dalam peradilan pidana terhadap pihak-pihak yang tidak puas dapat dilakukan upaya hukum, baik itu upaya hukum biasa berupa Banding dan Kasasi, maupun upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali (herziening) sebagaimana diatur di dalam Bab XVII dan Bab XVIII UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Namun khusus untuk putusan bebas dalam pengertian “Bebas Murni” yang telah diputuskan sesungguhnya tidak dapat dilakukan upaya hukum, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Ketentuan ini ditegaskan di dalam pasal 244 KUHAP sebagaimana dikutip di atas.

Namun dalam praktiknya Jaksa/Penuntut Umum selalu tidak mengindahkan ketentuan ini, hampir semua putusan bebas (bebas murni) oleh Penuntut Umum tetap dimajukan kasasi. Dalil hukum yang seringkali digunakan Jaksa/Penuntut Umum dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) yang di dalam butir ke-19 TPP KUHAP tersebut ada menerangkan, “ Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini didasarkan yurisprudensi ”.

Intinya TPP KUHAP ini menegaskan perlunya Yurisprudensi yang dijadikan rujukan atau referensi untuk mengajukan kasasi terhadap putusan bebas. Jadi kalau dipertanyakan apa kriteria TPP KUHAP terhadap kalimat “.. berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi.” TPP KUHAP tidak memberikan kriteria yang tegas selain hanya berdasarkan penafsiran sepihak dari Jaksa/Penuntut Umum.

Padahal TPP KUHAP adalah merupakan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (TPP KUHAP) dan Keputusan Menteri Kehakiman ini derajadnya jauh di bawah Undang-undang, dalam hal ini adalah UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP yang merupakan produk Legislatif dan eksekutif.

Sehingga TPP KUHAP yang berkaitan tentang itu isinya bertentangan dengan KUHAP itu sendiri, sehingga upaya hukum yang dilakukan oleh Penuntut Umum terhadap putusan bebas adalah cacat hukum dan tidak boleh ditoleransi.

Tambahan:
Pada kasus dr.Dewa Ayu,dkk., tahun 2012, memang tidak boleh diajukan kasasi lagi sesuai KUHAP. Lain halnya setelah maret 2013 dimana "MK memutuskan bahwa terhadap putusan bebas dapat diajukan upaya hukum kasasi. Hal ini terjadi setelah MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian atas ketentuan Pasal 244 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur larangan putusan bebas diajukan upaya hukum banding atau kasasi. MK membatalkan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP itu. Ini artinya, setiap putusan bebas dapat diajukan upaya hukum kasasi.". Tapi keputusan ini tidak berlaku mundur. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt515443599911e/pelarangan-kasasi-atas-vonis-bebas-dibatalkan
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terlihat jelas upaya untuk menkriminalisasi dokter, bukan berarti dokter kebal hukum. 

Dugaan malpraktek sebaiknya tidak dimasukkan kedalam sistem peradilan umum, dalam hukum umum hanya dikenal pelanggaran hukum dan kelalaian.

Sedangkan dalam dunia praktek kedokteran terdapat kelalaian, komplikasi dan unpredictable accident. Aduan malpraktek seharusnya dilayangkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), bukan kepada polisi. 

Antara Kapolri dengan IDI telah disetujui nota kesepahaman bahwa aduan malpraktek diserahkan dahulu kepada MKDKI sebelum memulai penyelidikan.

Aksi tutup praktek ini saya yakin tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nasib dokter di indonesia khususnya dr.Dewa Ayu dkk., setidaknya ini adalah pernyataan sikap saya terhadap masalah ini. Saya tidak ingin masalah yang menimpa dr.Dewa Ayu, ddk., menimpa saya. Bila saya sampai tersandung kasus dugaan malpraktek, setidaknya saya menginginkan keadilan yang seadil-adilnya.

Lagipula lumayanlah praktek tutup selama 3 hari bisa istirahat, masukin mobil ke bengkel, dan menyelesaikan urusan yang terbengkalai karena kesibukan bekerja heheheh, sesuai tagline saya "Jarang serius, selalu santai...."




No comments:

Post a Comment